Oleh Dr. Zaim Elmubarok, S.Ag, M.Ag
Ada dua saudara yang nasibnya
berlainan. Ali Baba, sang adik, hidup papa dan merana. Sang kakak, Qasim, hidup
senang berlimpah harta. Satu hari, Ali Baba pergi ke gurun pasir, tak disangka
ia bertemu rombongan penyamun yang menuju sebuah pintu batu dan mengucapkan
kata sakti sehingga pintu itu terbuka. Ali Baba yang bersembunyi memperhatikan
dengan seksama kelakuan para penyamun itu.
Ketika para penyamun itu keluar,
pimpinannya lagi-lagi mengucapkan kata sakti yg sama sehingga pintu batu
kembali tertutup. Setelah rombongan penyamun itu pergi, Ali Baba dengan rasa
ingin tahu yang besar mulai mendekati pintu batu itu. Ia ucapkan kata sakti
yang tadi didengarnya. Ali Baba terkejut ketika pintu batu itu terbuka. Ia
lebih terkejut lagi ketika mendapati emas dan perhiasan serta barang-barang
yang mahal didalam gua itu. Rupanya, itulah tempat persembunyian atau
"gudang harta" para penyamun selama turun temurun dari generasi ke
generasi.
Ali Baba mengambil harta itu
secukupnya lalu pulang ke rumah. Sayang, akibat keteledoran isterinya,
sangkakak, Qasim, mengetahui perubahan yang terjadidengan hidup adiknya itu.
Ali Baba yang dulunya miskin kini menjadi hidup lebih dari cukup.
Terdorong rasa iri hati yang
menjulang, Qasim bertanya hal ihwal kekayaan adiknya. Ali Baba, terdorong rasa
sayang pada kakaknya, menceritakan rahasianya termasuk kata sakti untuk membuka
pintu batu.
Malam itu juga, Qasim segera
pergi ke "gudang harta" para penyamun itu. Dengan lancar ia ucapkan
kata sakti itu. Pintu terbuka. Qasim terperangah. Matanya langsung silau dengan
kepingan emas dan barang berharga lainnya. Tak henti-hentinya ia pandangi
limpahan harta itu. Lama ia berdiri mengagumi barang mewah yang kini tergeletak
didepannya.
Qasim segera sadar dan mulailah
ia dengan bernafsu mengumpulkan kepingan emas itu. Ketika telah penuh
karung-karung kosong yang ia bawa; ketika peluh telah membasahi tubuhnya,
ketika ia telah puas mengagumi harta itu, ia pun hendak keluar. Akan tetapi,
kerongkongannya tercekat! Ia lupa kata sakti yang harus diucapkan untuk membuka
pintu batu.
Sementara itu, rombongan penyamun telah kembali datang. Sang kepala
penyamun mengucapkan kata sakti dan terbukalah pintu batu. Mereka kaget
ketika mendapati Qasim di dalam "gudang harta" mereka. Qasim yang
tertangkap basah hanya bisa pasrah. Nasib Qasim selanjutnya sudah bisa kita
tebak.
Kisah Ali Baba dan Qasim di atas
merupakan salah satu kisah yang terdapat dalam "Kisah Seribu Satu
Malam". Sebagaimana kisah-kisah yang lain, sebenarnya, dongeng di atas
mengajarkan kita banyak hal, asalkan kita mau membaca yang tersirat.
Boleh jadi, pengetahuan yang kita miliki sama. Boleh jadi, kita sama-sama
mengetahui rahasia ilahi; boleh jadi pula kita sama-sama hafal kata sakti atau
ayat ilahi. Namun, kesucian hatilah yang membedakan kita.
Ali Baba tidak silau dengan
harta duniawi. Sementara itu, meskipun Qasim sudah diberi tahu kata sakti,
ketika ia silau dengan harta duniawi, mendadak ia lupa kata sakti itu.
Pikirannya hanya dipenuhi dengan harta dan harta. Kerakusannya membuat ia
memenuhi isi kepalanya dengan segudang rencana. Mungkin ia berencana membangun
real estat, boleh jadi ia berencana membangun pusat-pusat pertokoan. Siapa tahu
ia juga berencana membangun jalan tol yang menghubungkan satu kota dengan kota
lain dan setiap yang lewat akan dimintakan bayaran. Ketika isi kepalanya penuh
dengan hal-hal itu, ia menjadi lupa akan kata sakti.
Ayat Ilahi, atau yang
disimbolkan dengan kata sakti di atas, hanya akan menghampiri mereka yang suci
hatinya. Boleh jadi, kita sama-sama tahu makna ayat Ilahi, namun nasib kita
bisa berbeda.Tinggal pilih: mau menjadi Ali Baba atau Qasim?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar