Dr. Zaim Elmubarok, S.Ag, M.Ag
"Saya tak bisa bahasa Arab, saya malu memimpin do'a selepas sholat
jama'ah bersama isteri saya, apalagi didepan jama'ah yang lain."
Pernahkah pengalaman ini menimpa kita? Insya Allah tidak. Tapi
andaikata pernah, janganlah khawatir. Sungguh Allah itu mengerti segala macam
bahasa. Jangan malu untuk berdo'a dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah.
Kalau anda hapal do'a dalam bahasa arab, saya ucapkan alhamdulillah! Namun
kalau anda lebih "sreg" berdo'a dengan bahasa selain bahasa Arab,
saya pun berucap alhamdulillah! Yang terpenting adalah kita masih mau berdo'a.
Kalimat terakhir ini mengundang pertanyaan, "Mengapa sih kita harus
berdo'a?"
Allah adalah Tuhan kita
satu-satunya. Allah pun dalam Al-Qur'an mengatakan bahwa "Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu" (QS 112:2). Dalam surat
al-Fatihah kita pun berseru, "Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in"
(Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah kami mohon
pertolongan). Karena itu, kalau ada orang yang mengaku bahwa Allah itu Tuhannya
lalu ia tak mau berdo'a maka pantas kalau kita sebut orang tersebut orang
sombong. Bukankah Allah telah berfirman, "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya
akan Kuperkenankan bagimu" (QS 40:60).
Betulkah setiap do'a akan
dikabulkan oleh Allah? Boleh jadi ada diantara kita yang telah berdo'a sesuatu
namun tak kita rasakan hasil dari do'a tersebut. Pertama, harus disadari bahwa
kita ini "hamba" sehingga tak berhak memaksa Allah. Kita yang
membutuhkan Allah; bukan sebaliknya.
Kedua, Allah lebih tahu apa yang
terbaik buat kita. Boleh jadi, sebuah do'a yang kita minta bila dikabulkan oleh
Allah justru ujung-ujungnya dapat menimbulkan kesulitan dalam hidup kita atau
mungkin Allah punya ketentuan lain yang tak kita ketahui. Sebagai contoh, Nabi
Nuh berdo'a agar anaknya diselamatkan dari banjir dahsyat, Tuhan tidak
mengabulkannya dan bahkan menegur Nabi Nuh sehingga Nabi Nuh pun berdo'a:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon
sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakekatnya) dan sekiranya Engkau tidak
memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku
akan termasuk orang-orang yang rugi." (QS 11: 47) Allah Maha Tahu, maka
do'a kita kadang kala bukan tak dikabulkan tapi ditunda waktunya, atau malah
diganti dengan yang lebih baik. Wa Allahu A'lam.
Ketiga, sudah seberapa jauh
usaha kita untuk "meminta" dan "memelas" pada Allah. Nabi
Zakariya sendiri telah puluhan tahun berdo'a namun belum dikabulkan Allah. Tapi
berbeda dengan kita yang cenderung tak sabar, Nabi Zakariya berkata, "Ya
Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban,
dan aku belum pernah kecewa dalam berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku." (QS
19:4)
Begitulah sikap kita seharusnya:
jangan pernah kecewa dalam berdo'a. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa
"Aku ini bagaimana persangkaan hambaKu saja..." Maksudnya, kalau kita
dalam berdo'a belum-belum sudah beranggapan bahwa do'a ini tak akan dikabulkan,
yah begitulah jadinya. Insya Allah kita selalu berbaik sangka dan tak pernah
kecewa dalam berdo'a.
Dalam berdo'a kita diminta untuk
berharap-harap cemas (QS 21:90). Artinya, kita berharap do'a kita akan
dikabulkan, namun disisi lain kita juga cemas kalau-kalau do'a ini tidak
dikabulkan. Gabungan perasaan inilah yang menjadi etika dalam berdo'a. Kita
tidak terlalu yakin pasti akan dikabulkan, namun juga tidak putus asa. Etika
lainnya adalah kita disuruh berdo'a dengan merendahkan diri dan dengan suara
yang lembut (QS 7:55). Kalau kita jalani etika berdo'a ini insya Allah hati
kita akan tergetar dan seringkali tanpa sadar air mata menggantung di pelopak
mata.
Pendek kata, berdo'alah baik
dalam keadaan sehat-sakit, suka-duka, kaya-miskin, berdiri-duduk-berbaring,
pagi-siang-malam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar