Dr. Zaim Elmubarok, S.Ag, M.Ag
Dalam kesempatan kali ini
izinkan saya untuk pertama-tama menyampaikan beberapa kisah yang terjadi pada
masa Rasulullah. Boleh jadi sebagian dari kita sudah hafal isi kisah tersebut
namun kesibukan sehari-hari membuat kita sejenak terlupa, boleh jadi sebagian
dari kita sudah paham betul esensi dari kisah yang akan disampaikan di bawah
ini, namun tak ada salahnya untuk sedikit merenungi kembali kisah-kisah ini dan
berkaca ke lubuk hati kita. Di bagian lain kita akan lihat sejumlah ayat Qur'an
yang berkenaan dengan tema utama kita kali ini.
Kita terbang lima belas abad
kebelakang. Di suatu tempat terlihat Rasulullah saw berkumpul bersama para
sahabatnya yang kebanyakan orang miskin. Sekedar menyebut beberapa nama sahabat
yang hampir semuanya bekas budak, yaitu Salman al-Farisi, Ammar bin Yasir,
Bilal, Suhayb Khabab bin Al-Arat. Pakaian mereka lusuh, berupa jubah bulu yang
kasar. Tetapi mereka adalah sahabat senior Nabi, para perintis perjuangan
Islam.
Serombongan bangsawan yang baru
masuk islam datang ke majelis Nabi. Ketika melihat orang-orang di sekitar Nabi,
mereka mencibir dan menunjukkan kebenciannya. Mereka berkata kepada Nabi,
"Kami mengusulkan kepada Anda agar Anda menyediakan majelis khusus bagi kami.
Orang-orang Arab akan mengenal kemuliaan kita. Para utusan dari berbagai
kabilah arab akan datang menemuimu. Kami malu kalau mereka melihat kami duduk
dengan budak-budak ini. Apabila kami datang menemui Anda, jauhkanlah mereka
dari kami. Apabila urusan kami sudah selesai, bolehlah anda duduk bersama
mereka sesuka Anda."
Uyainah bin Hishn menegaskan
lagi, "Bau Salman al-Farisi mengangguku (Ia menyindir bau jubah bulu yang
dipakai sahabat nabi yang miskin). Buatlah majelis khusus bagi kami sehingga
kami tidak berkumpulbersama mereka. Buat juga majelis bagi mereka sehingga
mereka tidak berkumpul bersama kami."
Tiba-tiba turunlah malaikat
jibril menyampaikan surat al-An'am [6] ayat 52:
"Dan janganlah kamu mengusir
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang
mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun
terhadap perbuatan mereka. Begitu pula mereka tidak memikul tanggung jawab
sedikitpun terhadap perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka,
sehingga kamu termasukorang-orang yang zalim."
Nabi saw segera menyuruh kaum
fukara duduk lebih dekat lagi sehingga lutut-lutut mereka merapat dengan lutut
Rasulullah saw. "Salam 'Alaikum," kata Nabi dengan keras, seakan-akan
memberikan jawaban kepada usul para pembesar Quraisy.
Setelah itu, turun lagi surat al-Kahfi [18] ayat 28:
"Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."
Sejak itu, apabila kaum fukara ini berkumpul bersama Nabi, beliau tidak
meninggalkan tempat sebelum orang-orang miskin itu pergi. Apabila beliau masuk
ke majelis, beliau memilih duduk dalam kelompok mereka.Seringkali beliau
berkata, "Alhamdulillah, terpuji Allah yang menjadikan di antara umatku
kelompok yang aku diperintahkan bersabar bersama mereka. Bersama kalianlah
hidup dan matiku. Gembirakanlah kaum fukara muslim dengan cahaya paripurna pada
hari kiamat. Mereka mendahului masuk surga sebelum orang-orang kaya setengah
hari, yang ukurannya 500 tahun. Mereka bersenang-senang di surga sementara
orang-orang kaya tengah diperiksa amalnya."
Sekarang bukalah cermin di hati
kita. Tariklah nafas sejenak untuk berkaca ke dalam cermin itu. Apakah kita
seperti pembesar Quraisy yang terganggu dengan bau tubuh orang miskin. Apabila
tamu datang, kota kita bersihkan dan mereka, kaum fukara, dipinggirkan. Kota
baru gemerlap bila mereka disingkirkan. Pemandangan baru indah bila rumah-rumah
kumuh digusur. Ah...betapa perilaku kita lebih menyerupai pembesar quraisy
daripada perilaku Nabi Yang Mulia.
Dalam kesempatan lain Nabi
bertemu dengan seorang sahabat, Sa'ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya
yang melepuh karena kerja keras. Nabi bertanya, "mengapa tanganmu hitam,
kasar dan melepuh?" Sa'ad menjawab, "tangan ini kupergunakan untuk
mencari nafkah bagi keluargaku." Nabi yang mulia berkata, "ini tangan
yang dicintai Allah," seraya mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh
itu. Bayangkanlah, Nabi yang tangannya selalu berebut untuk dicium oleh para
sahabat, kini mencium tangan yang hitam, kasar dan melepuh.
Bukalah cermin hati kita lagi.
Turunlah kita ke bawah. Tengoklah jutaan tangan yang hitam dan melepuh menunggu
uluran kasih sayang kita. Setelah Nabi, adakah di antara kita yang mau mencium
tangan orang miskin? Bukankah dengan status yang kita miliki, gelar akademik
yang kita raih, kesejahteraan yang kita nikmati, kita merasa jauh lebih pantas
bila orang miskin mencium tangan kita. Kalau hati terasa berat, andaikata
kultur tak mengizinkan kita berbuat hal itu, manakala ego terasa meningkat,
bukankah paling tidak kita ganti rasa hormat yang seharusnya kita berikan
dengan kasih sayang pada mereka. Bila Nabi mau mencium tangan mereka, maukah
kita untuk paling tidak menyisihkan sebagian rezeki yang kita peroleh sebagai
rasa sayang kita pada mereka.
Di atas kita telah mengutip
sejumlah kisah dalam hidup Nabi. Bukankah sebagai ummatnya kita telah berikrar
untuk menjadikan segala perilaku beliau sebagai contoh teladan (uswatun
hasanah). Untuk menguatkan bahwa Islam sangat menonjolkan kepedulian sosial,
mari kita buka Al-Qur'an. Bukankah Al-Qur'an adalah rujukan kita yang pertama
dalam hidup ini.
1. Surat al-Balad [90] ayat 10
-18
"Dan Kami telah menunjukkan kepadanya
dua jalan Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalanyang
mendaki lagi sukar? Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
(yaitu) melepaskan budak dariperbudakan, atau memberi MAKAN pada hari kelaparan
(kepada) anak YATIM yang ada hubungan kerabat, atau orangMISKIN yang sangat
fakir. Dan dia termasuk orang-orang beriman dan saling berpesan untuk bersabar
dan salingberpesan untuk berkasih sayangMereka (orang-orang yang beriman dan
saling berpesan itu) adalah golongan kanan"
Ayat-ayat di atas menjelaskan
bahwa ada dua jalan yang bisa kita pakai dalam memanfaatkan harta kita.
Al-Qur'an menyarankan kita untuk mengambil jalan yang sukar dan mendaki, yaitu
memerdekakan budak atau memberi makan pada anak yatim atau orang miskin. Allah
tidak menjelaskan tentang jalan yang mudah, melainkan memberi contoh jalan yang
sukar.
Mengapa disebut jalan yang
sukar? karena kebanyakan manusia enggan atau merasa berat atau merasa sukar
untuk melakukannya. Bila kita mampu mengalahkan rasa berat dan rasa sukar pada
diri kita dalam beramal, maka Allah menjanjikan kita termasuk golongan yang
kanan; ahli surga. Bukalah cermin hati kita sekali lagi. Apakah kita merasa
sukar untuk beramal pada orang miskin dan anak yatim? Hanya cermin hati yang
teramat dalam yang mampu menjawabnya dengan jujur.
2. Surat al-Ma'arij [70] ayat
19-25
"Sesungguhnya manusia diciptakan
bersifat keluh-kesah lagi KIKIR, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh
kesah,dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang
mengerjakan SHALAT, yang mereka itutetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang
yang dalam HARTAnya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin)yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)"
Secara tegas Allah menyebutkan
bahwa keluh kesah dan kikir itu telah menjadi sifat bawaan manusia sejak ia
diciptakan. Allah melukiskan sifat manusia dengan sangat baik. Bagi saya
pribadi, ayat di atas telah menelanjangi sifat kita. Bukankah kalau kita tidak
memiliki harta kita sering berkeluh kesah, sebaliknya, kalau memiliki banyak
harta kita cenderung untuk kikir. Lalu bagaimana caranya agar sifat bawaan
(keluh kesah & kikir) kita tersebut tidak menjelma atau dapat kita
padamkan.
Allah menyebutkan, paling tidak,
dua jalan. Pertama, mengerjakan sembahyang secara kontinu. Kedua, menyadari
bahwa dalam harta yang kita miliki terkandung bagian tertentu untuk fakir
miskin. Dua resep ini insya Allah akan mampu memadamkan sifat keluh kesah dan
sifat kikir yang kita miliki.
Sekali lagi, bukalah cermin hati
kita. Tahanlah nafas kita untuk sejenak. Tidakkah kita rasakan bagaimana Allah
menyinggung perilaku buruk kita dalam ayat-ayat-Nya yang suci. Subhanallah...
3. Surat al-Qalam [68] ayat
17-33
"Sesungguhnya Kami telah menguji
mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilikkebun,
ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil) nya
di pagi hari, dan merekatidak mengucapkan : insya Allah
Lalu kebun itu diliputi
malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah
kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita, lalu mereka panggil memanggil
di pagi hari, "Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak
memetik buahnya."
Maka pergilah mereka saling
berbisik-bisikan. "Pada hari ini janganlah ada seorang MISKINpun masuk ke
dalam kebunmu." Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat
menghalangi (orang-orang miskin) padahal merekamampu (meonolongnya).
Tatkala mereka melihat kebun
itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar oarng-orang yang sesat
(jalan),bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)"
Berkatalah seorang yang paling
baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan
kepadamu,hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)?"
Mereka mengucapkan: "Maha
Suci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim."
Lalu sebagian mereka menghadapi
sebagian yang lain seraya cela mencela Mereka berkata: "Aduhai celakalah
kita;sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui
batas.Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan gantikepada kita dengan (kebun) yang
lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan
kita"
Seperti itulah azab (dunia). Dan
sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui"
Sekelompok ayat di atas
menceritakan sebuah kisah nyata yang terjadi sebelum masa Rasulullah. Kisah
pemilik kebun di atas melukiskan dengan sangat baik betapa harta manusia itu
tak ada artinya dibandingkekuasaan Allah. Kebun yang sudah sekian lama diurus
dan tinggal sekejap mata saja untuk dipetik hasilnya menjadi musnah terbakar.
Apa kesalahan pemilik kebun tersebut sehingga mendapat azab sedemikian rupa?
Pertama, mereka lupa bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu. Ini
dilukiskan dalamayat di atas ketika mereka tidak menyebut insya Allah; mereka
merasa pasti akan meraih hasil yang luar biasa. Mereka lupa bahwa sedetik
kedepan kita tak tahu apa yang terjadi dengan hidup kita. Kita tak tahu
"skenario" Allah terhadap diri kita.
Kedua, mereka bersifat kikir.
Mereka sudah bersiap-siap agar orang miskin tak bisa masuk ke kebun mereka saat
panen tiba. Allah murka pada mereka. Allah turunkan azab-Nya pada mereka. Di
akhir ayat Allah mengingatkan bahwa azab yang Allah timpakan pada pemilik kebun
hanyalah azab dunia; sedangkan azab akherat jauh lebih besar lagi!
Cermin hati kita mengatakan
bahwa agar tidak tertimpa azab Allah di dunia, manakala kita memiliki kelebihan
rezeki maka janganlah sungkan untuk memberi sebagian pada orang miskin. Cermin
hati telah berkata, mampukah kita melaksanakan kata-hati kita?
Kalau Allah mampu memusnahkan
dengan amat mudah kebun yang siap dipanen, jangan-jangan Allah pun akan
memusnahkan sumber penghasilan kita, bila kita berlaku kikir! Na'udzu billah...
Demikianlah sekedar pengantar
untuk pengajian kita; sekedar saling ingat mengingatkan bahwa di cermin hati
kita telah tergambar sejumlah orang yang membutuhkan kepedulian kita.
Persoalannya, maukah kita melihat ke dalam cermin tersebut?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar