Oleh Dr. Zaim Elmubarok, S.Ag, M.Ag
Seorang sahabat Nabi yang amat
miskin datang pada Nabi sambil mengadukan tekanan ekonomi yg dialaminya.
Tsa'labah, nama sahabat tersebut, memohon Nabi untuk berdo'a supaya Allah
memberikan rezeki yang banyak kepadanya. Semula Nabi menolak permintaan
tersebut sambil menasehati Tsa'labah agar meniru kehidupan Nabi saja. Namun
Tsa'labah terus mendesak. Kali ini dia mengemukakan argumen yang sampai kini
masih sering kita dengar, "Ya Rasul, bukankah kalau Allah memberikan
kekayaan kepadaku, maka aku dapat memberikan kepada setiap orang haknya."
Nabi kemudian mendo'akan
Tsa'labah. Tsa'labah mulai membeli ternak. Ternaknya berkembang pesat sehingga
ia harus membangun pertenakakan agak jauh dari Madinah. Seperti bisa diduga,
setiap hari ia sibuk mengurus ternaknya. Ia tidak dapat lagi menghadiri shalat
jama'ah bersama Rasul di siang hari.
Hari-hari selanjutnya, ternaknya
semakin banyak; sehingga semakin sibuk pula Tsa'labah mengurusnya. Kini, ia
tidak dapat lagi berjama'ah bersama Rasul. Bahkan menghadiri shalat jum'at dan shalat
jenazah pun tak bisa dilakukan lagi.
Ketika turun perintah zakat,
Nabi menugaskan dua orang sahabat untuk menarik zakat dari Tsa'labah. Sayang,
Tsa'labah menolak mentah-mentah utusan Nabi itu. Ketika utusan Nabi datang
hendak melaporkan kasus Tsa'labah ini, Nabi menyambut utusan itu dengan ucapan
beliau, "Celakalah Tsa'labah!" Nabi murka, dan Allah pun murka!
Saat itu turunlah Qs at-Taubah:
75-78
"Dan diantara mereka ada yang telah
berikrar kepada Allah, "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian
karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami
termasuk orang-orang yang saleh."
Maka setelah Allah memberikan kepada mereka
sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling,
dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada
hati mereka sampai Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa
yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.
Tidaklah mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui rahasia dan bisikan
mereka, dan bahwasanya Allah amat mengetahui yang ghaib?"
Tsa'labah mendengar ada ayat
turun mengecam dirinya, ia mulai ketakutan. Segera ia temui Nabi sambil
menyerahkan zakatnya. Akan tetapi Nabi menolaknya, "Allah melarang aku
menerimanya." Tsa'labah menangis tersedu-sedu.
Setelah Nabi wafat, Tsa'labah
menyerahkan zakatnya kepada Abu Bakar, kemudian Umar. tetapi kedua Khalifah itu
menolaknya. Tsa'labah meninggal pada masa Utsman.
Dimanakah Ts'alabah sekarang?
Jangan-jangan kitalah Tsa'labah-Tsa'labah baru yang dengan linangan air mata
memohon agar rezeki Allah turun kepada kita, dan ketika rezeki itu turun,
dengan sombongnya kita lupakan ayat-ayat Allah.
Bukankah kita dengan alasan
sibuk berbisnis tak lagi sempat sholat lima waktu. Bukankah dengan alasan ada
"meeting penting" kita lupakan perintah untuk sholat Jum'at. Bukankah
ketika ada yang meminta sedekah dan zakat kita ceramahi mereka dengan cerita
bahwa harta yang kita miliki ini hasil kerja keras, siang-malam membanting
tulang; bukan turun begitu saja dari langit, lalu mengapa kok orang-orang mau
enaknya saja minta sedekah tanpa harus kerja keras.
Kitalah Tsa'labah....Tsa'labah
ternyata masih hidup dan "mazhab"-nya masih kita ikuti...
Konon, ada riwayat yang memuat
saran Nabi Muhammad saw (dan belakangan digubah menjadi puisi oleh Taufik
Ismail), "Bersedekahlah, dan jangan tunggu satu hari nanti di saat engkau
ingin bersedekah tetapi orang miskin menolaknya dan mengatakan, "kami tak
butuh uangmu, yang kami butuhkan adalah darahmu!"
Dahulu Tsa'labah menangis di
depan Nabi yang tak mau menerima zakatnya. Sekarang ditengah kesenjangan sosial
di negeri kita, jangan-jangan kita bukan hanya akan menangis namun berlumuran
darah ketika orang miskin menolak sedekah dan zakat kita!
Na'udzubillah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar